Halaman

Senin, 14 Mei 2012

Kumpulan Puisi I


Topeng  Pelangi 1
Berselimut marmer hitam
Ukiran nama berwarna emas
Seperti topeng cahaya
Bergerak eksotik dalam kelam

Tanpa suara melangkah ringan
Ku lewati pembatas
Menatap hampa
Debu yang terbang berat
Bersandar di mata

Malam membagi kartu duka
Yang tidak terbaca
Luka-luka pucat
Meraba dalam kelam

Pohon-pohon hening
Nyanyikan lagu sedih
Semua telah berakhir
Rasa haus dan tetes embun

Aku mencari nama
Diantara 3000 nama-nama bisu
Diantara topeng pelangi
Di langit yang melepuh

Topeng Pelangi II
Pelangi di langit malam
Pelangi di ujung kelam
Menari bak setan kegelapan
Dan kucing jantan yang terjerat
Ranting-ranting basah

Di sekeliling jembatan rapuh
Tak terawat
Derap langkahku menghempas debu
Diantara nama-nama bisu

Tak henti diri tertegun
Dimana namaku
Melangkah menapak jalan berumput
Bercak darah dan serpihan-serpihan daging hangus
Kunang-kunang membawa aroma sehabis hujan
Terbang melayang menyebut nama-nama berwarna emas
Mawar membisu di deretan nama-nama itu

Kelopak Waktu
Pucuk jam sedingin mentega di dalam kulkas
Bayang-bayang pepohonan di bawah bulan sabit
Bayang-bayang wajahmu di aliran air
Mengalir ke hilir

Yang tinggal hanyalah bulan sabit dalam kabut
Dalam kelam malam
Mengusik burung hantu di tangkai pohon jambu
Sepasang mata di kaca jendela

Basuh tubuh dengan wangi gelap
Walau mata tak terlelap
Resah hati melihat sorot mata itu
Ternyata ibu di balik pintu

Pantulan cermin hadirkan wajah itu
Wajah yang tulus
Rontokkan kelopak waktu
Di kalbuku…..

Kaca-kaca
Kaca-kaca bening tertata rapi tanpa noda
Menjelma dalam kelam embun
Di hamparan langit
Senja pantai berpayung lembayung indah menanti

Tapi kutatap hanyalah kelam
Seakan maut menjembataniku
Menyapa ramah
Getir asa dalam jiwa lenyap
Tubuhku tak berdaya
Pasrah bagi kehendak mutlak

Peluh mengalir menganak sungai
Coba hindari maut yang menanti
Kalau senua tak berarti

Kerlip bintang warnai malam
Diri terkapar tercabik kelam
Di balik kain ku bersemayan
Bersiap hadapi jutaan pertanyaan

Ujung Penantian
Malam sunyi tanpa suara
Bulan pancarkan sinar jingga
Merenung sendiri
Tanpa sobat sejati bintang
Pepohonan di musim kemarau
Kering kerontang hingga tenggorokan
Gersang bumi hamparan api
Kabel-kabel melepuh
Awan-awan berteriak
Daun melambai tak tentu arah
Seperti jalan hidupku ini
Hanya hamparan noda hitam
Tak ada liku arus membentang
Ku tapaki terus jalan tanpa tujuan
Ku ingin temukan ujung dari semua ini
Peluh tak terbendung lagi
Lelah merintih hentikan nadi
Mana ujung jalan ini?
Mengapa tak kutemui?
Mungkinkah di sana di ujung jalan
Ada jurang yang menanti?

Api Benci di Hati
Barangkali ini yang namanya dendam
Penuh siratan kebencian
Yang muncul dari hati
Dan menancap di sanubari
Yang membakar dan porak-porandakan jiwa

Sirik!!!!
Pondasi dari segalanya
Iri!!!!
Simbol kekejaman mutlak
Akar dari bara api ini

Entah sampai kapan
Diri mampu berlari
Hindari sosok wajah
Penuh bayang-bayang dalam bara api

Demokrasi
Indonesia telah merdeka
Negeriku terpandang di mata dunia
Telah mampu menatap horizon luas
Gagah kibarkan bendera pusaka
Rangkaian demokrasi
Melakukan pembaharuan

Rinduku Buat Ibu
Sebelum fajar menyelam
Duduk melamun
Menanti malam
Detik-detik yang habis tertelan

Coba bertahan
Walau hati tercekam
Rindu itu buat ibu
Kusampaikan lewat bait puisi
Didiringi tetes air mata
Yang selalu kucoba tuk bertahan

Tapi rindu selalu menang
Ibu doakan anakmu
Agar cepat kembali
Kembali hanya untuk ibu

Gerobak Tua
Berjalan di mala hari
Dengan gerobak tua
Lusuh
Tak terawatt

Sepatu kulit tebal
Baju tebal pembalut badan
Gerobak berisi barang
Merokok sambil berjalan

Tapi rokok penunjuk jalan
Jangkrik pemberi jalan
Menuju belakang rumah
Memungut barang bekas

Anjing menggonggong
Hati gelisah
Sampai ujung jalan
Sampai akhir perumahan

Setiap hari berjalan sendiri
Dengan gerobak bisu
Teman hidup selamanya

Hingga waktunya tiba
Kita akan pergi
Pergi untuk selamanya

Cinta Bukan Sebatas Impian
Di ambang pintu kesesakan
Penuh teriak maut yang menanti
Engkau mampu sadarkan
Hentak aku dari segala mimpi

Tatapan penuh kelembutan
Cukup membuatku goncang
Dan pipi berubah warna
Berseri merah jambu seperti sakura
Detak jantung sadarkan ini bukan mimpi
Dan deru nafas
Sadarkan ini bukan sekedar imajinasi

Dan sulit kupercaya
Kau katakana cinta
Saat ku berada
Di ambang sepi cinta

Persahabatan
Bagai setetes embun yagn menyejukkan
Bagai semerbak melati yang wangi
Tercipta sebuah persahabatan yang indah

Hari –hari yang indah
Terlewati dengan canda dan tawa
Mengukir cita
Diantara bilur-bilur persahabatan

Kala aku rapi
Engkau laksana pondasi bagiku
Kala aku gundah
Engkau laksana penyejuk

Sahabat,,,,,, betapa indah dunia ini
Jika dipenuhi denganbingkai-bingkai persahabatan yang sejati
Ku harap semua ini
Utuh untuk selamanya.

Sepi
Sepi yang kurasa menyelimuti
Segala hasrat di hati
Ketika hari ini aku membisu
Ku duduk sendiri
Tiada teman untuk berbagi

Sepi….
Seakan membuat hidup tak berarti
Namun ku tahu sepi yang ku alami
Bagai emas di hati
Yang dapat membuat inspirasi
                       

Kemarau
Daun-daun gugur dari rantingnya
Menebar lentera musim kemarau
Semilir angin berdesir
Ciptakan api yang bergejolak

Pasir putih gersang mendamba sentuhan
Binar-binar mentari menyengat
Panas,,,, gersang
Semerbak api membakar jiwa ini

Ingin diri teteskan embun
Ternyata tetes api yang tertelan
Semua karenamu
Kau yang lunturkan lembah kasih di hatiku

Lunturkan cinta yang diam-diam
Telah ku buktikan
Telah ku pupuk
Dari senyum dan sikapmu

Tapi kini
Senyummu bak api yang membakar
Sikapmu bak samurai
Yang mencabik jiwaku
Tapi kau tak peduli

Kau memilih diam
Tak kusangka
Dirimu akan berpaling dari lentera cinta
Yang telah bersemi di musim kemarau
Ku menanti ucapan maaf
Yang tak kunjung terucap

5 Juli
Badai menerpa belahan bumi
Di sini ku masih terperanjat
Membisu bersama waktu yang melekang
Ku nanti dering tang tak tergapai
Kucoba satukan hati

Tapi dirimu telah berdua
Bersma dia yang tak ku kenali
Mungkin disana kau berada
Di ufuk fajar

Jujur
Genggaman tanganmu tak mampu ku lupakan
Dan tak ku sangka
Dia yang membuat kau jauh

Walau ku tahu ku takkan menduga
Air mata ku teteskan
Ku harap kau bahagia denagannya
Walau hatiku terluka

Kisah kita kini tinggal kenangan
Inginku katakana yang ku rasa
Tapi senyum itu
Ku tak mampu luluhkan hatiku

Mampu Terdiam
Bayangmu yang temaniku
Hiasi malam sepiku
Ku ingin bersama dirimu
Tak pernah berpaling darimu

Walau kini kau jauh dariku
Selalu ku nanti
Karena aku menyayangimu

Hati ini
Selalu memanggil namamu
Ku berjanji hanya untukmu
Ku cinta kau

Tak pernah ada yang lain
Ku rindu dirimu
Akankah kau merindukanku

Sanggupkah ku terdiam
Tanpa dirimu di sisiku
Ku kan selalu menantimu

Ujung Penantian
Malam sunyi tanpa suara
Bumi pancarkan sinar jingga
Termenung kesepian
Tanpa sahabat sejati bintang
Pepohonan di musim kemarau
Merintih kehausan
Kering kerontang sampai ke kerongkongan
Gersnag bumi hamparan api
Menghanguskan asa
Menjerat nadi
Daun melambai tak tentu arah
Seperti jalan hidupku kini
Hanya hamparan noda hitam
Tak ada liku lurus membentang
Ku tapaki terus-terus
Walau tanpa tujuan
Ku ingin temukan ujung
Dari sejuta penantian
Karena peluhku merobek jarum waktu
Lelah merintih hentikan detak jantung
Mana ujung jalan ini
Mengapa tak ku temui
Mungkin disana
Di ujung jalan
Ada jurang menanti


Tidak ada komentar:

Posting Komentar