Halaman

Senin, 14 Mei 2012

Kumpulan Puisi II


Dusta
Purnama merekah menghirup rubik-rubik kertas
Penuh makna
Ingin tahu awan pun merapat
Membaca bait-bait puisi tentang kita

Seakan ikut bersedih
Bulan tertunduk meredup menambah lirih hati ini
Pelupuk hati tak mampu melihat lagi
Terlalu banyak kisah disana

Satu makana yang sulit dimengerti
Semua hadir karena dusta
Sosok yang tak berubah
Penghianat yang menyebar duri dan merobek hati

Hadir bak penyelamat
Sembuhkan luka
Penawar pancaran jiwa
Namun kian menyerang

Keabadian
Malam menghapus angan
Ku melihat secabik harapan
Namun curam
Karena aku diacuhkan

Menanti
Menanti
Senyumku tiada arti
Terkubur dalam kabut malam

Tak ada yang mau mengerti
Dikala ku rapuh
Dikala ku butuh
Hanya bisu menatap layar yang tak kunjung bordering

Bunyi itu yang kunanti
Harapkan untaian kata kepastian
Bermain dengan huruf lambing bisu
Yang mampu jadi jembatan menuju keabadian

Mengapa rasa yang terkubur
Dalam tetes air mata
Menjadi symbol
Keabadian cintaku

Satu kata bermakna cinta
Tak berwujud hanya kurasa
Apabila terwujud
Mungkin kau dengar lewat tetes air mata

Wahai insan yang ada di sana
Mungkinkah kau dengar
Aku ingin berbagi
Menghirup rasa di jiwa

Oh Tuhan
Pertemukan aku dengan dirinya
Sebelum hati ini membeku
Untuk selamanya

Bintangku
Kemeja biru
Jins hitam
Rompi
Membalut tubuhmu

Senyum tulus
Binar mata cemerlang
Alunkan nada-nada indah
Mengisi hatiku

Bintangku bersinar
Temani tiap sabtu dan minggu
Manjakanku dengan untaian kata
Hibur hatiku yang porak-poranda

Gemuruh petir hancurkan semua
Bintangklu ditelan kabut malam
Bintangku telah pudar
Tak bersinar lagi

Bintangku telah pergi
Dan tak akan kembali
Tinggalkan ku tertegun tanpa arti
Menanti tiap sabtu dan minggu tanpa bintang di hati

Sanggupkah
Sanggupkah derai air mata
Menghapus namamu di benakku?
Sanggupkah gelombang samudera
Lunturkan warnamu?

Sanggupkah angin barat
Terbangkan jiwamu?
Sanggupkah gemuruh petir
Hancurkan kenangan itu?

Sanggupah aku tak melihatmu lagi?
Sanggupkah aku kau tinggal pergi?
Sanggupkah aku terdiam membisu?
Sanggupkah aku menahan rindu?

Sanggupkah aku tak mendengar hikayatmu?
Sanggupkah aku
Hidup tanpa hadirmu?
Di setiap sabtu minggu

Tak Ada
Tak ada kata yang lebih sempurna
Selain namamu
Tak ada keindahan yang sejati
Selain wajahmu

Tak ada nyanyian
Selain ucapanmu
Tak ada keabadian
Selain sennyummu

Takkan ada rindu
Kalau ada kamu
Tak berarti cinta
Tanpa dirimu

Tak ada rasa yang berbeda untukmu
Tak ada kejujuran selain matamu
Tak ada penantian selain sabtu minggu
Tak ada penasaran selain menunggumu
Duhai ibu bintang hatiku

Uji
Mungkin derasnya hujan
Akan sanggup lunturkan cintasndi jiwa
Ataukah gemuruh kilat
Kan robek tulisan cinta di hati

Disisni ku sendiri
Menikmati rintik hujan
Biarlah kini hujan basahi sucinya kasih
Mungkin nanti akan ada pelangi                

Yang selalu mewarnai hidup yang sepi
Yang selalu menaungi dua hati
Yang tegak di tengah uji

Kepingan Waktu
Gelapnya malam segelap hatiku
Dinginnya angin sedingin jiwaku
Ingin rasanya aku berteriak
Menjerit

Menahan perasasn
Yang tak mampu kuobati sendiri
Bendungan kekecewaan tak berpenawar
Karena kini kau telah pergi

Tinggalkan luka yang meradang
Menghujam jantung
Menyayat raga
Merobek hati

Kemana aku harus berlari
Membawa berjuta rindu
Mampukah tetes air mata
Membuat kau hadir kambali
Apakah rinduku akan tebayar
Oleh gemingan nada-nada indahmu

Penantian Hampa
Kilat bersahut-sahutan
Memecah keheningan
Senja
Bisu

Gerimis umbar hasrat sepi
Perah tetes air
Menambah resah di hati
Menanti sebuah kepastian

Yang ku sangka
Akan berbuah keindahan
Tanpa rasa curiga
Ku berguman sendiri

Walau hingga kini
Aku tak juga mengrti
Apa yang telah terjadi saat itu

Malam membawaku
Pergi jauh
Hingga ku tak sadar
Hingga pagi
Kutahu semua akan terungkap

Satu kata yang sulit terucap
Satu kata yang kunanti
Namun hanya menbuatku
Menangis sedih

Kau telah jauh terbentang di bawah
Binar bintang yang kian meredup
Andai aku ada di situ
Hanya tuk ucaokan selamat tinggal

Mungkin akan lebih baik
Namun semua telah terlambat
Bintangmu yang biru telah memerah
Tak mampu lagi tuntun aku
Tuk melihat jutaan keajaibanmu
Duhai bintangku

Kenangan
Tertatih ku melalui ribuan hasrat
Di tengah jutaan rahasia
Yang hanya menjadi album biru

Kenangan pilu
Disaat kau pergi tinggalkan rindu
Yang menbuatku kian
Malu, risau dan sedih

Sorot mata itu penuh kehangatan
Hentakan indah mainkan petikan-petikan merdu
Senyum itu penuh arti
Derap langkah itu menjadi pasti

Tapi tak ada yang mengerti
Apalagi ingin mencampuri
Hanya bintang berbisaik sepi
Karena bintnagku telah pergi
Pergi menyepi
Sendiri
Hinggga mati

Bayangmu
Berjalan ku di ruas kegelapan malam
Sendiri dan sepi
Terkias ku bingkai wajah itu
Wajah yang membisu di tengah cahaya ungu

Langkahku kian menjauh
Tinggalkan jejak
Yang tersapu oleh hujan gerimis
Yang menambah pedih

Terbelenggu dalam lilitan rindu
Bersama wajah itu
Di bawah pilar yang membeku

Wajahku kian memudar
Di tetesi air hujan
Yang tajam menusuk badan

Kini tak ada lagi senyum yang membeku
Tak ada lagi rindu yang meradang
Karena aku yakin
Kau akan selalu mengingatku
Walaupun kini kita jauh
Dan kau pun akan selalu diahtaiku
Hingga ku mati

Awan Mimpi
Di senja yang bisu
Kita bertemu
Kasihpun menghinggapi sanubari
Di tengah padang rumput sepi
Ku termenung melihat wajahmu
Yang terus tersenyum
Melambung jauh khayalku
Menjadi debu
Binar-binar cahaya senja
Warnai rona wajahmu yang indah
Tertata sempurna
Bukti kuasa sang pencipta
Kau hibur aku
Dengan nada-nada indahmu
Yang keluar dari bibir indahmu
Menggema ke seluruh penjuru bumi
Oh cinta
Bersemi di tengah senja
Menata kasih di lautan
Yang terus tersapu oleh ombak
Semua memang berbeda
Wajahmu kian pucat
Hingga kau pun menghilang
Yang ada hanya raja waktu
Yang telah menungguku
Untuk menghapus jembatan mimpi
Yang telah membawaku
Kepada dirimu

Hampa
Pikiranku kosong
Hampa
Tak terkendali
Entah apa yang ingin ku lakukan
Aku telah kehilangan segalanya
Termasuk makna hidupku
Aku terperosok ke dalam keheningan
Di tengah keramaian

Oh......
Mengapa diriku ini
Hilang arah dan tujuan
Apa yang telah terjadi
Tak ada yang mengerti
Kemana aku harus mencari
Makana hidup yang telah pergi

Adakah di tengah samudra
Ataukah di kutub bumi
Semua terjadi begitu cepat
Hingga tak ku sadari
Engkau telah pergi
Begitu berarti
Mungkin ini penyebab kerapuhanku

Mungkin kah kau akan kembali untukku?
Bintang kecilku?

Yang Telah Hilang
Aku melangkah menelusuri ruang waktu
Mencari sesuatu yang terjatuh
Derap langkahku semakin rapuh
Karena ku tahu aku telah tersesat jauh
Dari segala tujuan hidup

Yang ku cari tak juga ku temui
Hingga peluh menenggelamkanku
Kemana kau pergi
Duhai lentera hidupku?

Temani aku yang telah jauh dari sisimu
Kegelapan menguburku
Ulurkan tanganmu dikala aku terajerat
Terangi aku di kala tersesat
Hibur aku di kala gundah
Obati lukaku yang kian parah
Hadirmu menjadi keajaiban terindah
Dari tahta keajaiban
Yang kau siapkan untukku
Duhai kekasih hatiku

Kumpulan Puisi I


Topeng  Pelangi 1
Berselimut marmer hitam
Ukiran nama berwarna emas
Seperti topeng cahaya
Bergerak eksotik dalam kelam

Tanpa suara melangkah ringan
Ku lewati pembatas
Menatap hampa
Debu yang terbang berat
Bersandar di mata

Malam membagi kartu duka
Yang tidak terbaca
Luka-luka pucat
Meraba dalam kelam

Pohon-pohon hening
Nyanyikan lagu sedih
Semua telah berakhir
Rasa haus dan tetes embun

Aku mencari nama
Diantara 3000 nama-nama bisu
Diantara topeng pelangi
Di langit yang melepuh

Topeng Pelangi II
Pelangi di langit malam
Pelangi di ujung kelam
Menari bak setan kegelapan
Dan kucing jantan yang terjerat
Ranting-ranting basah

Di sekeliling jembatan rapuh
Tak terawat
Derap langkahku menghempas debu
Diantara nama-nama bisu

Tak henti diri tertegun
Dimana namaku
Melangkah menapak jalan berumput
Bercak darah dan serpihan-serpihan daging hangus
Kunang-kunang membawa aroma sehabis hujan
Terbang melayang menyebut nama-nama berwarna emas
Mawar membisu di deretan nama-nama itu

Kelopak Waktu
Pucuk jam sedingin mentega di dalam kulkas
Bayang-bayang pepohonan di bawah bulan sabit
Bayang-bayang wajahmu di aliran air
Mengalir ke hilir

Yang tinggal hanyalah bulan sabit dalam kabut
Dalam kelam malam
Mengusik burung hantu di tangkai pohon jambu
Sepasang mata di kaca jendela

Basuh tubuh dengan wangi gelap
Walau mata tak terlelap
Resah hati melihat sorot mata itu
Ternyata ibu di balik pintu

Pantulan cermin hadirkan wajah itu
Wajah yang tulus
Rontokkan kelopak waktu
Di kalbuku…..

Kaca-kaca
Kaca-kaca bening tertata rapi tanpa noda
Menjelma dalam kelam embun
Di hamparan langit
Senja pantai berpayung lembayung indah menanti

Tapi kutatap hanyalah kelam
Seakan maut menjembataniku
Menyapa ramah
Getir asa dalam jiwa lenyap
Tubuhku tak berdaya
Pasrah bagi kehendak mutlak

Peluh mengalir menganak sungai
Coba hindari maut yang menanti
Kalau senua tak berarti

Kerlip bintang warnai malam
Diri terkapar tercabik kelam
Di balik kain ku bersemayan
Bersiap hadapi jutaan pertanyaan

Ujung Penantian
Malam sunyi tanpa suara
Bulan pancarkan sinar jingga
Merenung sendiri
Tanpa sobat sejati bintang
Pepohonan di musim kemarau
Kering kerontang hingga tenggorokan
Gersang bumi hamparan api
Kabel-kabel melepuh
Awan-awan berteriak
Daun melambai tak tentu arah
Seperti jalan hidupku ini
Hanya hamparan noda hitam
Tak ada liku arus membentang
Ku tapaki terus jalan tanpa tujuan
Ku ingin temukan ujung dari semua ini
Peluh tak terbendung lagi
Lelah merintih hentikan nadi
Mana ujung jalan ini?
Mengapa tak kutemui?
Mungkinkah di sana di ujung jalan
Ada jurang yang menanti?

Api Benci di Hati
Barangkali ini yang namanya dendam
Penuh siratan kebencian
Yang muncul dari hati
Dan menancap di sanubari
Yang membakar dan porak-porandakan jiwa

Sirik!!!!
Pondasi dari segalanya
Iri!!!!
Simbol kekejaman mutlak
Akar dari bara api ini

Entah sampai kapan
Diri mampu berlari
Hindari sosok wajah
Penuh bayang-bayang dalam bara api

Demokrasi
Indonesia telah merdeka
Negeriku terpandang di mata dunia
Telah mampu menatap horizon luas
Gagah kibarkan bendera pusaka
Rangkaian demokrasi
Melakukan pembaharuan

Rinduku Buat Ibu
Sebelum fajar menyelam
Duduk melamun
Menanti malam
Detik-detik yang habis tertelan

Coba bertahan
Walau hati tercekam
Rindu itu buat ibu
Kusampaikan lewat bait puisi
Didiringi tetes air mata
Yang selalu kucoba tuk bertahan

Tapi rindu selalu menang
Ibu doakan anakmu
Agar cepat kembali
Kembali hanya untuk ibu

Gerobak Tua
Berjalan di mala hari
Dengan gerobak tua
Lusuh
Tak terawatt

Sepatu kulit tebal
Baju tebal pembalut badan
Gerobak berisi barang
Merokok sambil berjalan

Tapi rokok penunjuk jalan
Jangkrik pemberi jalan
Menuju belakang rumah
Memungut barang bekas

Anjing menggonggong
Hati gelisah
Sampai ujung jalan
Sampai akhir perumahan

Setiap hari berjalan sendiri
Dengan gerobak bisu
Teman hidup selamanya

Hingga waktunya tiba
Kita akan pergi
Pergi untuk selamanya

Cinta Bukan Sebatas Impian
Di ambang pintu kesesakan
Penuh teriak maut yang menanti
Engkau mampu sadarkan
Hentak aku dari segala mimpi

Tatapan penuh kelembutan
Cukup membuatku goncang
Dan pipi berubah warna
Berseri merah jambu seperti sakura
Detak jantung sadarkan ini bukan mimpi
Dan deru nafas
Sadarkan ini bukan sekedar imajinasi

Dan sulit kupercaya
Kau katakana cinta
Saat ku berada
Di ambang sepi cinta

Persahabatan
Bagai setetes embun yagn menyejukkan
Bagai semerbak melati yang wangi
Tercipta sebuah persahabatan yang indah

Hari –hari yang indah
Terlewati dengan canda dan tawa
Mengukir cita
Diantara bilur-bilur persahabatan

Kala aku rapi
Engkau laksana pondasi bagiku
Kala aku gundah
Engkau laksana penyejuk

Sahabat,,,,,, betapa indah dunia ini
Jika dipenuhi denganbingkai-bingkai persahabatan yang sejati
Ku harap semua ini
Utuh untuk selamanya.

Sepi
Sepi yang kurasa menyelimuti
Segala hasrat di hati
Ketika hari ini aku membisu
Ku duduk sendiri
Tiada teman untuk berbagi

Sepi….
Seakan membuat hidup tak berarti
Namun ku tahu sepi yang ku alami
Bagai emas di hati
Yang dapat membuat inspirasi
                       

Kemarau
Daun-daun gugur dari rantingnya
Menebar lentera musim kemarau
Semilir angin berdesir
Ciptakan api yang bergejolak

Pasir putih gersang mendamba sentuhan
Binar-binar mentari menyengat
Panas,,,, gersang
Semerbak api membakar jiwa ini

Ingin diri teteskan embun
Ternyata tetes api yang tertelan
Semua karenamu
Kau yang lunturkan lembah kasih di hatiku

Lunturkan cinta yang diam-diam
Telah ku buktikan
Telah ku pupuk
Dari senyum dan sikapmu

Tapi kini
Senyummu bak api yang membakar
Sikapmu bak samurai
Yang mencabik jiwaku
Tapi kau tak peduli

Kau memilih diam
Tak kusangka
Dirimu akan berpaling dari lentera cinta
Yang telah bersemi di musim kemarau
Ku menanti ucapan maaf
Yang tak kunjung terucap

5 Juli
Badai menerpa belahan bumi
Di sini ku masih terperanjat
Membisu bersama waktu yang melekang
Ku nanti dering tang tak tergapai
Kucoba satukan hati

Tapi dirimu telah berdua
Bersma dia yang tak ku kenali
Mungkin disana kau berada
Di ufuk fajar

Jujur
Genggaman tanganmu tak mampu ku lupakan
Dan tak ku sangka
Dia yang membuat kau jauh

Walau ku tahu ku takkan menduga
Air mata ku teteskan
Ku harap kau bahagia denagannya
Walau hatiku terluka

Kisah kita kini tinggal kenangan
Inginku katakana yang ku rasa
Tapi senyum itu
Ku tak mampu luluhkan hatiku

Mampu Terdiam
Bayangmu yang temaniku
Hiasi malam sepiku
Ku ingin bersama dirimu
Tak pernah berpaling darimu

Walau kini kau jauh dariku
Selalu ku nanti
Karena aku menyayangimu

Hati ini
Selalu memanggil namamu
Ku berjanji hanya untukmu
Ku cinta kau

Tak pernah ada yang lain
Ku rindu dirimu
Akankah kau merindukanku

Sanggupkah ku terdiam
Tanpa dirimu di sisiku
Ku kan selalu menantimu

Ujung Penantian
Malam sunyi tanpa suara
Bumi pancarkan sinar jingga
Termenung kesepian
Tanpa sahabat sejati bintang
Pepohonan di musim kemarau
Merintih kehausan
Kering kerontang sampai ke kerongkongan
Gersnag bumi hamparan api
Menghanguskan asa
Menjerat nadi
Daun melambai tak tentu arah
Seperti jalan hidupku kini
Hanya hamparan noda hitam
Tak ada liku lurus membentang
Ku tapaki terus-terus
Walau tanpa tujuan
Ku ingin temukan ujung
Dari sejuta penantian
Karena peluhku merobek jarum waktu
Lelah merintih hentikan detak jantung
Mana ujung jalan ini
Mengapa tak ku temui
Mungkin disana
Di ujung jalan
Ada jurang menanti